Langsung ke konten utama

“BUDAYA ORGANISASI PT TELKOM INDONESIA”

“BUDAYA ORGANISASI PT TELKOM INDONESIA” 

    Era Globalisasi merupakan tantangan yang serius bagi perusahaan-perusahaan, terutama bagi perusahaan yang sudah berdiri sejak dahulu. Untuk mempertahankan eksistensinya dalam menghadapai persaingan yang ketat di era globalisasi ini, maka harus dilakukan beberapa strategi agar mampu bertahan dan bersaing dengan perusahaan lain.
      Didalam sebuah organisasi, pasti masing-masing memiliki suatu budaya organisasi yang dimiliki. Ini bertujuan agar menjadi pembeda dengan organisasi yang lainnya. Budaya organisasi sendiri merupakan sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
     Salah satu organisasi yang memiliki budaya organisasi adalah PT. Telkom Indonesia. Organisasi tersebut memiliki budaya organisasi, PT TELKOM Tbk menggunakan The Telkom Way 135 sebagai budaya organisasi yang harus disepakati semua karyawannya.
      Pola 1-3-5 itu sendiri berarti : 
a. 1 (satu) asumsi dasar yang disebut Comitted 2U, 
b. 3 (tiga) nilai inti yang mencakup : • Customer Value (Nilai Pelanggan) • Excellent Service (Pelayanan yang Sempurna) • Competent People (Orang-orang yang Kompeten)
c. Sedangkan 5 (lima) merupakan langkah perilaku untuk memenangkan persaingan, yang terdiri atas : 
• Stretch The Goals 
• Simplify 
• Involve Everyone
• Quality is My Job 
• Reward the Winners. The Telkom Way 135 merupakan hasil penggalian dari perjalanan PT                    TELKOM Tbk dalam mengarungi lingkungan yang terus berubah, dikristalisasi serta dirumuskan oleh berbagai inspirasi dari perusahaan lain dan berbagai tantangan dari luar. PT TELKOM berharap dengan tersosialisasinya The Telkom Way 135, maka akan tercipta pengendalian kultural yang efektif terhadap cara rasa, cara memandang, cara berpikir, dan cara berperilaku. Hal ini selaras dengan teori pendekatan dalam mempelajari budaya organisasi, atau teori pendekatan Shared Basic Assumption yang dikemukakan oleh Edgar H. Schein. 
     Tidak mudah menerapkan nilai-nilai strategis itu kepada sekitar 28.000 karyawan PT TELKOM. Selain butuh waktu, menerapkan budaya organisasi itu tidak bisa langsung diberikan. Kalau tidak begitu, yang muncul biasanya penolakan yang dilakukan oleh karyawan. Untuk mengatasi penolakan tersebut, PT TELKOM punya tahapan sosialisasi sendiri. Tahapan, mulai dari Awareness sampai understand. 
    Jika tidak melalui tahapan-tahapan seperti itu, tidak bisa dipungkiri bahwa akan banyak respon yang mungkin tidak semua baik, pasti banyak pegawai yang resisten. Jika respon mereka sudah resisten, maka untuk selanjutnya akan lebih sulit untuk mensosialisasikannya. Oleh karena itu proses melakukan tahapan-tahapan membentuk budaya kerja didalam sebuah organisasi merupakan hal yang sangat penting. 
    Untuk mempercepat pelaksanaan budaya kerja The Telkom Way 135 PT TELKOM menggelar pertandingan antar divisi untuk mengetahui divisi mana yang sudah mendemonstrasikan budaya kerja tersebut. Divisi yang berhasil mendemonstrasikan budayaorganisasi The Telkom Way 135 dengan paling tepat, maka akan mendapatkan reward. 
     PT TELKOM berasumsi bahwa ketika pegawai melibatkan dirinya dalam pekerjaan secara total, maka diakhir pekerjaannya pegawai tersebut tidak akan merasa lelah, sebaliknya pegawai tersebut akan memperoleh kepuasaan kerja yang tidak ternilai harganya. Ketika kondisi tersebut sudah dirasakan oleh pegawai, maka budaya organisasi The Telkom Way 135 yang dibentuk oleh perusahaan bisa dikatakan telah berhasil diterapkan kepada para pegawai, karena berpengaruh secara positif terhadap keterlibatan kerja pegawai. 
    Sejak budaya organisasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 2002 lalu, PT TELKOM telah mengalami perubahan nilai-nilai strategis. Semuanya tergantung kondisi perusahaan saat itu. Contoh, ketika Bapak Sudaryanto menjadi Direktur Utama Telkom, pola budaya organisasi yang diterapkan adalah 3-2-1. Padahal sebelum Bapak Sudaryanto, Telkom telah menerapkan Budaya ARTI sebagai Budaya Organisasi yang diterapkan. Pola itu diterapkan ketika PN Telkom saat itu berubah dari Perusahaan Negara menjadi Perum. Kemudian perubahan terjadi lagi menyusul berubahnya status Perum menjadi Perusahaan Terbatas (PT). 


 Sumber : http://bonitahijabers.blogspot.co.id/2015/04/penerapan-tata-kelola-perencanaan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Oriental Cafe"

"Oriental Cafe" Profil Perusahaan                 Owner Oriental Café, Peggy Eka Lisnawati, menganggap bahwa puncak kesuksesan di Oriental Cafe bukan dari makanan dan minumannya tetapi karyawan. Dengan menambah pengalaman kerja karyawan dan memberikan kesempatan promosi bagi mitra kerja adalah cara untuk meningkatkan perusahaan. Karyawan perlu untuk memiliki pengetahuan yang baik dan pelatihan untuk kinerja yang lebih baik dalam sebuah perusahaan. Oriental Café membuat lingkungan kerja yang aktif sehingga membuat karyawan menanamkan nilai-nilai Oriental Café  dalam diri mereka. Latar Belakang           Oriental Cafe di mulai dari sebuah tempat makan kecil di pinggir jalan yang didirikan oleh tujuh orang yaitu Niken Ayu Larasati, Peggy Eka Lisnawati, Nur Ainun Maulia, Nadia Prillasari, Annisa Nurhaz, Seftia Adriani dan Fauzan Hidayat, mereka adalah mahasiswa Universitas Gunadarma.           Pada awalnya mereka hanya memiliki hobby yang
PEMASARAN : SUATU DISIPLIN UNIVERSAL Dasar dari keberhasilan program pemasaran global adalah pemahaman yang mendalam akan disiplin pemasaran. Pemasaran adalah proses mengkonsentrasikan berbagai sumber daya dan sasaran dari sebuah organisasi pada kesempatan dan kebutuhan lingkungan. Konsep Strategis Pemasaran Konsep strategis pemasaran merupakan suatu perkembangan yang besar dalam sejarah pemikiran pemasaran, mengubah fokus pemasaran dari pelanggan atau produk ke pelanggan dalam konteks lingkungan eksternal yang lebih luas. Mengetahui segala sesuatu mengenai pelanggan saja sudah tidak memadai. Agar berhasil, pemasar harus mengetahui pelanggan dalam konteks termasuk persaingan, kebijakan dan peraturan pemerintah serta kekuatan-kekuatan makro, ekonomi, social dan politik yang lebih luas, yang membentuk perkembangan pasar. Perubahan revolusioner lainnya dalam pergeseran ke konsep strategis pemasaran adalah dalam hal tujuan pemasaran, yaitu  dari laba menjadi keuntungan pihak yang